DELAYED GRATIFICATION
Ketertundaan Euphoria, Akar Laju Generasi Berkarya
Rizky Ahmad Fahrezi
Source gambar : https://tufre80.medium.com/
Kemajuan zaman tentu memberikan kompleksifitas tersendiri dalam
neraca kebutuhan masyarakat masa kini, bahkan standarisasi kepuasan menjadi
lebih tinggi seiring munculnya tren dan kecenderungan baru dalam serangkaian euphoria
kemajuan.
Tidak hanya ukuran kepuasan yang semakin kompleks, nilai proses
dalam menuju kepuasan tersebut menjadi lebih trivial. Nilai perjalanan proses
seringkali hanya dimaknai seketika, instan dan ringkas. Fenomena tersebut
menjadi sebuah kekhawatiran pada generasi muda masa kini yang tidak bisa lepas
dari buaian kemudahan teknologi. Itulah instan gratification yang merupakan
kecenderungan instan dalam proses menuju kepuasan atau kecenderungan untuk
ingin mendapatkan hasil secara cepat tanpa berproses.
Instan gratification tentu
membawa beragam dampak buruk seperti berkurangnya kemampuan control diri, lunturnya
budaya perjuangan, menghambat pencapaian masa depan jangka panjang, menurunya
kualitas toleransi sesame, tumbuhnya egoisme dan individualisme, hedon, bahkan
dapat menjadikan gangguan mental jika kepuasan tidak didapatkan.
Pola pikir instan gratification menjadi kewaspadaan
tersendiri bagi seluruh elemen masyarakat masa kini bukan hanya pemuda. Pola
pikir tersebut bisa saja menjangkiti tanpa disadari. Sebelum menjadi kebiasaan candu
yang mendiskreditkan keteguhan karakter akan proses generasi pemuda, perlu
difahami sikap untuk mengeliminirnya (Instan gratification) dengan pola
pikir delayed gratification.
Delayed gratification
menurut Mischel adalah Kemampua menunda kepuasan sendiri adalah kemampuan
seseorang untuk menunda reward yang dapat diperoleh langsung dengan
mengarahkan perilaku untuk mendapatkan reward yang lebih diinginkan di
masa mendatang.
Delayed gratification
menjadi sebuah pola pikir dan kebiasaan untuk meregulasi diri menyangkut penentuan
kecenderungan, kematangan pemilihan keputusan, kontrol diri, dan manajemen
emosional orientasi kepuasan. Delayed gratification menciptakan
kecenderungan untuk menimbang beragam perspektif, mengukur beragam kemungkinan,
menelaah ancaman, dan mengelola peluang dengan lebih matang sehingga dapat mewujudkan
reward kehidupan yang lebih brilliant dan berjangka panjang.
Analogi sederhana dalam menguji keterlaksanaan pola pikir delayed
gratification adalah semisal penempatan diri pada situasi dilematis, yaitu
antara memilih reward (berupa materi finansial) yang dapat diperoleh
langsung atau reward dengan jumlah yang lebih banyak namun harus
menunggu terlebih dahulu. Keadaan ini memunculkan konflik di dalam diri antara
mengikuti keinginan berupa pendapatan materi secara langsung tapa menunda atau menunda
keinginan terlebih dahulu untuk mendapatkan materi serupa dengan jumlah yang
lebih banyak dimasa mendatang.
Keadaan dilematis ini menguji pemikiran masa depan (vision)
dan keterjangkauan pemilihan langkah (making decision). Ketika delayed
gratification menjadi akar pemikiran, maka pertimbangan akan keputusan
semakin lebih matang sehingga dampak jangka panjang dan dampak keseluruhan
(umum/masif) adalah skala prioritas.
Generasi muda masa kini dirasa penting untuk menerapkan pola pikir
dan kebiasaan delayed gratification. Mengingat sebagai generasi yang dinilai
sangat konsumtif terhadap teknologi terbaharu, terlalu mudah menafsirkan segala
sesuatu, cenderung labil, dan mudah puas terhadap keterkejaran tren masa kini.
Pola hidup menunda kepuasan memberikan manajemen perspektif yang lebih wise,
elegant, dan dewasa. Sehinga generasi masa kini mampu lebih matang
menimbang pilihan hidup yang lebih bermanfaat jangka panjang, tidak hanya
sekedar memburu ketercapaian tren atau mode masa kini.
Delayed gratification
melibatkan kemampuan untuk menahan diri dari mengambil keputusan impulsif dan mengorbankan
kepuasan sesaat demi keuntungan yang lebih masif serta menjadi asset konstruk
diri. Penting untuk memahami bahwa delayed gratification tidak hanya
berhubungan dengan uang atau materi finansial, tetapi juga melibatkan berbagai
aspek kehidupan, seperti pola makan, belajar, bekerja, berolahraga, mengejar passion,
dan sebagainya. Kemampuan untuk menunda kepuasan instan dan bekerja keras untuk
mencapai tujuan jangka panjang adalah keterampilan yang sangat berharga.
Delayed gratification dapat
menjadikan generasi masa kini lebih fokus dan bijak menentukan langkah dalam menuju
ketercapaian passion atau cita-cita. Mengingat cita-cita atau impian adalah sebuah domain
yang perlu dituju dengan proses yang tidak instan, bahkan perlu perjuangan
dengan pengorbanan. Baik berkorban tenaga, fikiran, waktu, maupun finansial. Dengan
pola pikir instan, niscaya ketercapaian impian hanyalah abstraksi semu belaka.
Delayed gratification dapat menjadikan generasi masa kini menjadi
entitas yang lebih percaya akan proses dan lebih memahami makna perjuangan. Hal
ini mampu mendukung kreatifitas dan keuletan yang nantinya menyongsong manifestasi
produktivitas karya yang lebih berdaya guna memenuhi tuntutan peradaban.
Keterbuaian akan teknologi masa kini yang
menawarkan dengan beragam kemudahan pesta maya, sudah saatnya di-manage
sebijak mungkin, upgrade personality tanpa menimbang kebutuhan sesaat
akan kepuasan modis sekilas. Menjadi figur yang mampu mewujudkan absolut diri
untuk manifestasi lokakarya, implementasi manfaat karsa, alokasi tindakan
berharga, lebih aware terhadap keterjangkauan negative media dan menepis beragam keterpurukan realita.
Zaman semakin mengudara, peradaban semakin melesatkan jelma,
teknologi semakin unjuk daya kuasa. Maka masyarakat dituntut tak luntur citranya,
masif digdaya akan karya, tidak kusut melawan opera, dan pemuda sebagai garda sokong
neraca serta berdiri sebagai cahaya.
0 Comments