STOIKISME : ENERGY DELIVERY UNTUK GENERASI MASA KINI

 


Source gambar : wisata.viva.co.id

Pelik polemik, huru-hara, dan binar problema selalu mengiringi kehidupan esensial manusia. Terlebih manusia muda dengan ketelusuran emosi dan manifestasi jati diri, menjadi terduga akan tumpukan intrik emosional dan olah rasa. Tidak sedikit masalah mental seperti overthinking, kecemasan berlebih, dan rasa hilang arah menyertai generasi muda masa kini.

Berdasar pada fenomena tersebut, generasi perlu untuk memiliki pegangan pola pikir yang memunculkan ketenangan, kefokusan, kesadaran diri, dan berujung pada pelecutan substansi diri (percaya diri dan berani). Disinilah terdapat ajaran Stoikisme sebagai sandaran yang dapat digunakan sebagai sarana olah rasa dan olah idea (pikiran).

Stoikisme adalah adalah filsafat praktis yang berkaitan dengan mengajarkan kebajikan, keberanian, keadilan, dan kesederhanaan agar bisa objektif menilai hidup serta mencapai kebahagiaan dalam hidup. Orang-orang stoic percaya bahwa emosi negatif yang menghancurkan manusia dihasilkan dari keputusan yang salah dan bahwa seorang shopis (orang dengan  kebaikan mental dan intelektual) tidak pernah memiliki emosi yang dapat merusak kebahagiaan.

Stoikisme adalah cara hidup yang menekankan dimensi internal manusia, seorang stoic dapat hidup bahagia ketika ia tidak terpengaruh dengan hal-hal diluar dirinya. Dalam ajaran Stoikisme terdapat prinsip dikotomi kendali. 

Seperti pernyataan Epictetus dalam bukunya Enchiridion menyebutkan : Ada hal-hal yang berada dibawah kendali kita, ada hal-hal yang tidak berada dibawah kendali kita (tidak tergantung pada kita)”.

Pernyataan tersebut bermakna bahwa dalam dualitas pemikiran kendali, terdapat kondisi diluar kendali dan didalam kendali kita. Sesuatu yang diluar kendali kita bukanlah sebuah perkara yang harus dipusingkan, hal tersebut menjadi teorema alam yang sulit atau tidak bisa kita rubah. Apabila terpusingkan akan perihal tindakan perubahan padanya, justru bakal menciptakan permasalahan mental yang signifikan. Sebaliknya, kondisi dalam kendali menjadi kehendak dan ruang yang bisa atau harus diusahakan. Menjadi ruang bagi kita untuk memanifestasikan usaha-usaha kebaikan yang terpusat pada tujuan kemaslahatan.

Kebahagiaan sejati datang dari hal-hal yang bisa dikendalikan. Ajaran ini membebaskan karena memberdayakan (empowering) kita. Sebaliknya kita tidak dapat mengendalikan hal-hal diluar kendali kita. Namun, kita dapat aktif menentukan respon kita terhadap peristiwa-peristiwa dalam hidup kita

Terdapat beberapa hal yang menurut beberapa filsuf stoic termasuk dalam kendali kita, seperti: pertimbangan, opini, persepsi, keinginan, tujuan, pikiran dan tindakan peseorangan. Kemudian hal diluar kendali kita, seperti : tindakan orang lain, opini orang lain, reputasi atau popularitas, kesehatan, kekayaan, kondisi bawaan, cuaca dan peristiwa alam, dll.

Tujuan utama dari Stoikisme ini adalah kehidupan bebas dari emosi negatif, mendapatkan ketentraman hidup, dan hidup dengan menggagas asah kebajikan. Dalam ajaran ini termuat empat kebajikan utama yakni: kebijaksanaan, keadilan, keberanian, dan menahan diri.

Pemikiran stoic dapat memberikan kejelasan arah pada proses berpikir dan manajemen emosional. Menilik pada beberapa fenomena mental generasi muda, tentu pemikiran dan ajaran stoic menjadi penting untuk dipahami dan diterapkan. Terlebih dalam menghadapi perkembangan pesat teknologi, ketangguhan mental dan kemampuan pengendalian diri menjadi atribut pokok bagi generasi masa kini yang terposisikan sebagai objek tersasar paparan manifes teknologi.

Stoikisme memberi beberapa kebermanfaatan pada manajemen hidup manusia seperti mengurangi overthinking dan kecemasan, dengan prinsip “fokus pada hal didalam kendali” generasi masa kini dapat berdamai dengan beragam tekanan sosial. Mengembangkan disiplin diri dan tanggung jawab, dengan ajaran ketenangan penuh tertimbangan tertuju pada kebijaksanaan, generasi mampu mengambil tanggung jawab penuh atas pikiran dan tindakan sendiri. Menjaga otentik diri dan integritas di tengah arus kemajuan media, pada era penuh gimik dan pencitraan, stoikisme mengajarkan untuk hidup sesuai nilai, bukan validasi orang lain. Terakhir, dapat membentuk sikap bijak dalam menghadapi konflik dan kritik.

Stoikisme juga dapat menjadi deliver energi bagi keberlanjutan lecut gagas dan daya generasi masa kini dalam mewujudkan perannya. Di tengah peradaban yang penuh distraksi, tekanan sosial, dan tuntutan hidup, tentu akan menguras banyak energi baik energi mental, emosi, dan fisik. Stoikisme mampu hadir untuk menyalurkan energi positif bagi generasi guna menangani suatu polemik destruktif dan menindaklanjuti manifes tindakan produktif proaktif.

Stoikisme bukan tentang pasrah atau tidak peduli, tetapi tentang menyadari bahwa tidak semua hal layak untuk menguras energi. Dengan prinsip “fokus pada hal yang bisa dikendalikan”, stoikisme mengajarkan kita untuk menyimpan energi hanya untuk hal-hal yang bermakna seperti tindakan nyata, pengembangan diri, dan pelayanan terhadap sesama.



REFERENSI :

Fajrin, DI. 2022. “Konsepsi Pengendalian Diri dalam Perspektif Psikologi Sufi dan Stoicisme”. Jurnal Riset Agama UIN SGD. Volume 2 Nomer 1.

Post a Comment

0 Comments