Generasi Masa Kini, The Best Overthinker?
Rizky Ahmad Fahrezi
Source gambar : nsd.co.id
Pemikiran menjadi sandaran telaah,
kancah, dan kiprah manusia. Pemikiran menentukan arah orientatif individu yang
berbasis pada keinginan, kepentingan, dan kebutuhan. Pemikiran merupakan proses
mental manusia untun menuju tujuan, menentu keputusan, bahkan memecahkan
masalah. Pemikiran adalah inti sari kecerdasan manusia yang kemudian menentukan
nasib, sepak terjang, dan perkembangan.
Setiap manusia memiliki kemampuan
untuk berpikir, kualitas pemikiran menjadi perkara penting untuk selalu
diarahkan dengan sistemasi seperti pendidikan, lingkungan, dan pembangunan
pengalaman. Namun, kecerdasan emosional manusia tentu mengalami momen
keterhambatan dan gangguan baik dari sisi internal maupun eksternal individu. Kebiasaan
yang menjadi salah satu gangguan dari pemikiran adalah overthinking.
Overthinking adalah sebuah
kejadian ketika seseorang terlalu memikirkan sesuatu, dan hal ini sudah umum
terjadi baik pada kaum remaja maupun dewasa. Banyak dari mereka yang cenderung
berpikir berlebihan tentang situasi yang kemungkinan belum tentu terjadi.
Dikatakan sebagai gangguan pemikiran,
karena overthinking yang berlebih menimbulkan perasaan cemas, kecemasan
berlebih berdampak pada kesehatan mental individu. Overthinking juga menimbulan
tabiat buruk lain seperti menghambat produktivitas, tidak menghasilkan solusi, menghambat
growth mindset, justru menambah stres dan keraguan. Mampu menghambat
tindakan, bahkan tidak berbuat sama sekali karena terlalu banyak berpikir (no
forward thinking). Jika terus-menerus terjadi, overthinking dapat
menjadi gejala dari gangguan seperti anxiety disorder, OCD, atau
depresi.
Generasi masa kini menjadi
khalayak yang dinilai rawan menyertai tabiat overthinking. Terlebih
lagi, generasi masa kini menjadi objek utama dari fasilitasi kemajuan
teknologi. Sebagian besar generasi tidak luput dan tidak dapat memisahkan diri
dari teknologi, khususnya media sosial. Seiring dengan semakin kompleksnya era
digital pada saat ini, tidak bisa dipungkiri bahwa hampir setiap lapisan
masyarakat mempunyai akun jejaring sosial. Terlepas dari kemanfaatan dan
ketermudahan accessibility yang diberikan, teknologi jejaring sosial
juga menimbulkan dampak buruk bagi penggunanya karena memungkinkan mereka lebih
mudah mengalami gangguan overthinking.
Media atau jejaring sosial
menjadi pemicu besar ketermunculan overthinking bagi masyarakat
khususnya generasi muda masa kini. Semisal saja, terdapat anak muda yang
melihat feed media sosial temannya yang telah mencapai kesuksesan lebih
dahulu dari dirinya, kemudian muncul rasa cemas dimana sang anak muda belum mencapai
goals sukses yang diinginkan, rasa cemas tersebut berubah menjadi
tekanan mental yang malah akan mendown-grade pemikirannya, itulah overthinking
akan masa depan yang belum pasti.
Menurut penelitian dari American
Psychological Association (APA,2023) generasi masa kini yang mayoritas Gen
Z melaporkan tingkat stres overthinking tertinggi dibandingkan generasi
lainnya. Faktor-faktor yang memicu overthinking diantaranya adalah paparan
berlebih media sosial, tekanan akademik atau karir, dan kurangnya kemampuan
mengahapi stresor atau kurangnya keseimbangan emosi.
Menurut Fakhir dalam jurnalyang
berjudul “Mengelola Overthinking untuk Meraih Kebermaknaan Hidup”, overthinking
juga termasuk dalam gangguan psikologis atau psychological disoreder
karena dapat menyebabkan kecemasan pada individu yang mengalaminya. Kecemasan
berlebihan yang dialami seseorang dapat mengakibatkan masalah fisik.
Seringkali, overthinking disebut sebagai “paralysis analysis”, di
mana seseorang tanpa henti merenungkan suatu masalah tanpa dapat menemukan
solusi.
Cara yang dinilai dalam mengatasi atau setidaknya meminimalisir overthinking diantaranya :
Melatih kesadaran melalui mindfulness. Mindfulness adalah kondisi kesadaran penuh terhadap apa yang sedang terjadi saat ini, baik pikiran, perasaan, maupun lingkungan.
Manajemen goals dan arah pemikiran dengan filterisasi orientasi penting dan tidak penting.
Menerapkan stoikisme. Prinsip pemikiran bahwa segala respon orang lain adalah wilayah yang tidak perlu dipikirkan dan dirubah, yang bisa diusahakan adalah selalu berbuat baik kedepannya. Begitupun hasil capaian orang lain tidak bisa disamakan, semua orang memiliki proses sukses masing-masing.
Fokus pada solusi, bukan pada masalahnya.
Manajemen waktu dalam perenungan atau melakukan muhasabah diri sehingga tidak mengalami keterlarutan berlebih dalam memikirkan segala sesuatu.
Generasi masa kini penting untuk
menimbang perkara dan orientasi pemikiran yang penting bagi dirinya. Berusaha membiasakan
pemikiran bertumbuh (growth mindset) pada setiap aktivitas berpikir,
bercengkerama, berinteraksi, dan bertindak. Menularkan energi positif kepada
lingkungan sekitar dengan menindih erat pemikiran negatif atau pemikiran
nir-kepastian yang justru akan mendegradasi peran.
REFERENSI :
Sofia, Lisda dkk.
2020. “Mengelola Overthinking untuk Meraih Kebermaknaan Hidup”. JURNAL PLAKAT: Jurnal Pelayanan
Kepada Masyarakat. ISSN: 2714-5239 (Online); ISSN : 2686-0686 (Print) Volume
2 No. 2
0 Comments